Hukum Aqiqah Setelah Dewasa

 

 Hukum Aqiqah Setelah Dewasa         

            Akikah merupakan salah satu sunah Rasulullah saw sehingga kita sebagai umatnya harus berusaha menghidupkan apa yang diajarkan penutup para Nabi tersebut.

Akikah secara bahasa adalah rambut yang tumbuh di kepala bayi yang baru lahir. Sedangkan menurut istilah akikah adalah ajaran Rasulullah saw untuk menyembelihkan hewan (kambing) demi kepentingan bayi yang baru lahir, yakni dicukur rambutnya dan diberi nama.

Dalam satu riwayat disebutkan dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah saw bersabda, "Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama." (HR. Abu Dawud)

Menurut para ulama, maksud dari tergadaikan dalam hadis di atas adalah bahwa jika tidak dilaksanakan akikah untuk si bayi, maka pembelaan terhadap orang tuanya kelak di hari kiamat akan tertahan.

Tidak hanya itu, Ibnu Qayyim menambahkan bahwa akikah berguna untuk melepaskan godaan setan dari bayi yang baru lahir ke dunia. Berdasarkan hadis di atas pula, jumhur ulama sepakat bahwa akikah sebaiknya dilakukan pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan.

Akan tetapi, kerap kita jumpai di tengah masyarakat bahwa banyak anak yang belum diakikahkan padahal usianya sudah dewasa. Bagaimana hukumnya?

Para ulama berbagai mazhab memiliki pandangan yang berbeda dalam menyikapi kasus yang demikian.

Pertama, mazhab Maliki berpendapat bahwa akikah menjadi gugur apabila luput dari hari ketujuh kelahiran si bayi.

Kedua, menurut mazhab Hambali, jika luput dari hari ketujuh kelahiran maka boleh dilaksanakan pada hari ke 14 atau ke 21 sejak bayi dilahirkan.

Ketiga, mazhab Syafi'i berpendapat bahwa bahwa akikah masih jadi tanggung jawab orang tua khususnya sang ayah hingga si anak telah baligh. Apabila sudah dewasa, akikah menjadi gugur tetapi si anak boleh untuk mengakikahi diri sendiri.

Untuk pendapat mazhab Syafi'i tersebut, dijelaskan oleh Imam Nawawi Banten dalam kitabnya Tausyih Ala Fathil Qaribil Mujib.

Beliau berkata, "Andai si bayi wafat sebelum hari ketujuh, maka kesunahan akikah tidaklah gugur. Kesunahan akikah juga tidak luput karena tertunda hingga hari ketujuh berlalu. Kalau penyembelihan akikah ditunda hingga si anak baligh (dewasa), maka hukum sunahnya gugur bagi si orang tua. Artinya orang tua tidak lagi disunahkan mengakikahkan anaknya yang sudah baligh karena tanggung jawab akikah orang tua sudah terputus sebab kemandirian si anak. Sementara agama memberikan pilihan kepada seseorang yang sudah balih untuk mengakikahkan dirinya sendiri atau tidak. Tetapi baiknya, ia tetap mengakikahkan dirinya sendiri untuk menyusul sunah akikah yang luput ketika ia masih kecil."

Ulama lain menjabarkan pula pelaksanaan akikah ini tergantung pada kemampuan kedua orang tua.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata, "Hukum akikah adalah sunah muakad (sunah yang sangat dianjurkan). Akikah untuk anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan dengan seekor kambing. Tetapi, jika mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, hal itu juga diperbolehkan. Anjuran akikah ini secara umum menjadi tanggung jawab sang ayah karena beliaulah yang menanggung nafkah anak.

Apabila ketika waktu dianjurkannya akikah (hari ketujuh kelahiran), orang tua dalam keadaan sulit/tidak mampu, maka ia tidak diperintahkan untuk akikah sebab Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Bertakwalah kepada Allah semampu kalian." (QS. At-Taghabun: 16).

Namun apabila ketika waktu dianjurkannya akikah orang tua dalam keadaan berkecukupan, maka akikah masih tetap jadi tanggungan bagi sang ayah, bukan ibu apalagi anaknya." (Liqaatul Babul Maftuh, Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)

Aqiqah Nurul Hayat 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paket Aqiqah Cimahi Terbaru

Boarding School

Rumah Sidoarjo Terbaik